RSS Subscribe

MANAJEMEN KONFLIK RUMAH TANGGA

Posted by dev on Friday, October 10, 2008

MANAJEMEN KONFLIK RUMAH TANGGA
PERSPEKTIF AL-QUR’AN


A. Pendahuluan
Lazimnya tujuan pernikahan, siapapun yang memasukinya pasti menginginkan adanya keluarga yang sakinah dan penuh berkah. Ketika cita-cita keluarga disandarkan pada ridha Allah tentulah akan terjadi harmonisasi dalam kehidupan keluarga tersebut.
Menikah adalah penyatuan dua pribadi yang berbeda, membutuhkan kesiapan mental menghadapinya. Ketika sebuah perbedaan dapat disikapi secara bijak tentulah akan lebih meminimalkan konflik yang dapat terjadi. Sebagaimana pribadi yang berbeda tidaklah semua konflik disikapi demikian. Dalam hal ini Islam, lewat ajarannya yang terangkum dalam al-Qur’an mengemukakan penyelesaiannya. Demikian keuniversalitasan Islam yang tercermin lewat al-Qur’an, bukan hanya masalah shalat, puasa, atau hal-hal yang berhubungan dengan kewajiban seorang hamba terhadap penciptanya yang melulu dibicarakan, tapi juga mengatur hubungan yang bersifat intim suami istri. Berikut ini akan diuraikan tentang ayat-ayat yang berkenaan dengan manajemen konflik rumah tangga.

B. Ayat-ayat yang Berhubungan dengan Manajemen Konflik Keluarga







Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.







Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.











Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.









Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir, Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.








Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

MUNASABAH AYAT
QS at – Tahrim ayat 6 ini berhubungan dengan ayat-ayat sebelumnya yang menceritakan tentang peristiwa dala rumahtanga Nabi SAW. peristiwa ini menandakan adanya perselisihan istri-istri Nabi SAW. ayat –ayat sebelumnya menerangkan- yang lebih menyerupai ancaman- jika nabi berkehendak menceraikan mereka maka Allah akan memberikan ganti yang lebih baik dari mereka. Oleh karenanya penting diperhatikan, bahwa pendidikan dan pembinaan keluarga sangatlah diperlukan.
Q S at- Taghabun pada bagian ini mengangkat tema untuk berhati-hati terhadap kehidupan duniawi. Ayat 14 ii ada kesesuaiannya dengan ayat 15 sesudahnya yang menerangkan bahwa cobaan bisa pula datang lewat harta dan anak-anak.
Q S an-Nisa 34 berhubungan dengan ayat-ayat sebelumnya tentang waris, bahwa masing-masing laki-laki dan perempuan telah ada pembagiannya. Jika bagian laki-laki lebih banyak dikarenakan fungsinya sebagai pemimpin yang dibebankan kepadanya. Karena hak dan kewajiban yang beda antara laki-laki dan perempuan dan fungsi laki-laki sebagai pemimpin, maka perempuan harus mau dipimpin oleh laki-laki. Diterangkan dalam ayat ini jika terdapat perempuan yang membangkang , tidak mau patuh hendaknya suami menyadarkannya.
Adapun ayat sesudahnya, ayat 35 menjelaskan pentinganya penyelesaian perkara rumahtangga melalui mediasi pihak ke-3 dari keluarga sendiri.
Ayat 34 tersebut bersinggungan dengan dengan ayat 128 yang menjelaskan mengenai nusyuz suami. Perdamaian karena perempuan takut nusyuz ini hampir serupa dengan syiqaq yang telah tersebut dalam ayat 34.


C. Kandungan Tafsir
Ayat-ayat tersebut di atas adalah ayat-ayat dari surat Madaniyah. Adapun kandungannya adalah sebagai berikut:
1. QS. (66) at-Tahrim: 6
Rumah tangga Rasulullah, sebagaimana diuraikan oleh dalil-dalil sebelum ini, memberi tuntunan kepada kaum beriman. Kata-kata: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu, antara lain dengan meneladani Nabi dan peliharalah keluarga, yakni istri, anak-anak dan seluruh yang berada dalam tanggung jawab dengan membimbing dan mendidik agar terhindar dari api neraka.
Ayat ini menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan harus bermula dari rumah, ayat tersebut meski secara redaksional tertuju pada kaum pria (ayah) hal tersebut tidak semata-mata hanya tertuju kepada mereka. Ayat ini tertuju kepada laki-laki dan perempuan yang berarti bahwa kedua orang tua bertanggung jawab terhadap anak-anak dan juga pasangan masing-masing.
2. QS. 64: 14
At_Tarmidzi – sebagaimana dikutip Quraish Shihab – meriwayatkan bahwa menurut Ibn Abbas, ayat ini turun berkenaan dengan kasus sekian banyak penduduk Makkah yang ingin berhijrah tetapi dihalangi oleh istri dan anak mereka, yang pada akhirnya menimbulkan penyesalan bagi mereka.
Ayat tersebut mengatakan: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian pasangan-pasangan kamu, yakni istri atau suami kamu walau mereka menampakkan kecintaan yang luar biasa, kendati mereka menunjukkan kasih sayang dan kebutuhan kepada kamu, sebagian dari mereka itu adalah bagaikan musuh bagimu. Hal tersebut karena mereka (istri dan anak) dapat memalingkan dari tuntunan agama. Atau bahkan menurut sesuatu yang berada di luar kemampuan sehingga kamu melakukan pelanggaran. Maka berhati-hatilah, jangan sampai mereka menjerumuskan ke dalam bencana.
Bahwa sebagai pasangan dan anak merupakan musuh dapat dipahami dalam arti musuh sebenarnya, yang menaruh kebencian dan memisahkan diri dari perkawinan. Bisa juga diartikan secara majazi, yakni bagaikan musuh. Ini karena dampak dari tuntunan mereka menjerumuskan pasangannya dalam kesulitan bahkan bahaya.
3. QS. 4: 34
Pangkal ayat ini menerangkan tentang kepemimpinan laki-laki. Di dalam ayat ini tidak langsung datang perintah mengatakan: “Wahai laki-laki, wajiblah kamu sebagai pemimpin”. Ini menerangkan kenyataan sebab yang pertama di dalam ayat, ialah Allah telah melebihkan sebagian mereka, laki-laki, atas sebahagian yang lain, yaitu perempuan.
Ada dua alasan Allah menjadikan laki-laki sebagai pengurus bagi perempuan. Pertama, karena pemberian dan kedua, karena pekerjaan. Suami berhak memerintah, melarang, mengatur dan mendidik. Tetapi mereka juga mempunyai tanggung jawab besar dalam pemeliharaan, penjagaan, dan perlindungan.
Kelebihan laki-laki yang diungkapkan dengan بما فضل الله بعضهم على بعض yang diungkapkan sedemikian rupa, karena ada sesuatu hikmah yang indah yaitu untuk menunjukkan, bahwa antara wanita dan pria tidak ubahnya dengan anggota tubuh. Laki-laki sebagai kepala dan perempuan sebagai badan. Karenanya tidak layak kalau satu anggota merasa super terhadap anggota lainnya, sebab masing-masing mempunyai tugas dalam hidup.
Redaksi selanjutnya dari ayat ini berkata tentang watak perempuan yang dipimpin oleh laki-laki: “Maka perempuan yang baik-baik ialah yang taat”. Yaitu taat kepada Allah dan taat menuruti peraturan sebagaimana perempuan sebagai istri. Berkata lanjutan ayat ini jika terjadi sebaliknya “Dan perempuan yang kamu takut kedurhakaan mereka”. Yang dalam bahasa aslinya nusyuz, tidak patuh dan tidak taat, baik kepada Allah ataupun suami, maka terhadap istri yang seperti ini, ayat ini menegaskan tiga cara:
1) Ajarilah mereka, nasehatilah mereka. Sadarkanlah istri dari kesalahannya. Suami yang baik akan dapat memilih kata-kata yang baik dan layak untuk mengajari istri.
2) Bila nasehat belum dirasa cukup, maka saran untuk meninggalkannya di tempat pembaringan, dengan memalingkan wajah dan membelakangi mereka.
3) Selanjutnya bila cara kedua itupun efektif, maka demi kelanjutan rumah tanggamu, pukullah mereka (istri-istri), tetapi pukulan yang tidak menyakitkan.
Ujung ayat menyebut nama Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar ini adalah kunci daripada hak yang telah Allah berikan di atas tadi bahwa laki-laki memiliki kelebihan bagi perempuan. Jangan lantas diberi Allah kelebihan sebagai pemimpin jangan berlaku meninggikan diri dan sombong, takabur dan membesarkan diri terhadap istri, berbuat sewenang-wenang dan menyalahgunakan kekuasaan.
4. QS. 4: 128
Perkawinan tidak pernah luput dari kesalahpahaman. Jika hal kesalahpahaman tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pasangan suami istri, dan perselisihan telah mencapai satu tingkat yang mengancam kelangsungan hidup rumah tangga, dan pada ayat sebelumnya diterangkan mengenai nusyuz istri, maka dalam ayat ini menfatwakan “Dan jika seorang wanita khawatir akan tanda-tanda nusyuz, keangkuhan yang mengakibatkan ia meremehkan keluarga, atau sikap acuh tak acuh dari suaminya yang menyebabkan hubungan tidak harmonis lagi, bolehlah istri mengambil sikap berinisiatif terlebih dahulu mencari penyelesaian dengan menghubungi suaminya dengan sebaik-baiknya.
Maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, misalnya istri atau suami memberi atau mengorbankan sebagian haknya kepada pasangan, dan perdamaian itu dalam segala hal selama tidak melanggar tuntunan Ilahi. Berdamailah walau dengan mengorbankan sebagian hakmu dan bahwa jika kamu melakukan ihsan, dan bertakwa yakni memelihara diri dari aneka keburukan nusyuz atau perceraian. Maka Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dimulainya ayat ini dengan tuntunan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz…, mengajarkan setiap muslim dan muslimah agar menghadapi dan berusaha menyelesaikan problem begitu tanda-tandanya terlihat dan sebelum menjadi besar.
Allah Swt. memberi peringatan bahwa mencari jalan damai itu tidak mudah, yaitu bahwa dalam jiwa-jiwa kita ada rasa kikir. Ujung ayat ini telah mengatakannya bahwa mengatasi dan melawan rasa kikir yang bersarung dalam jiwa dapat membantu mencairkan suasana.
5. QS. 4: 35
Ayat ini merupakan sambungan dari ayat 34 dan merupakan follow up dari langkah-langkah ayat 34 tersebut. Karena masih berhubungan dengan konflik (nusyuz), penulis sengaja menyelipkan ayat 128 tersebut sebagai perbandingan.
Jika perselisihan tidak mampu lagi dicari jalan keluar, sehingga dalam hal ini syiqaq telah tumbuh, kepada yang melihat atau mencium atau mengetahui perselisihan ini hendaknya ditempuh usaha untuk mendamaikan melalui pihak ketiga (arbitrase).
Juru damai sebaiknya berasal dari keluarga kedua belah pihak (suami istri) yang mana jika itu berasal dari keluarga sendiri, tentunya akan lebih mengetahui inti persoalan dan lebih layak diminati ishlah.
Fungsi utama hakam adalah mendamaikan. Tetapi jika mereka gagal, apakah mereka dapat menetapkan hukum dan harus dipatuhi oleh suami istri tersebut? Ada yang mengiyakan karena fungsi mereka ‘hakam’. Sementara pendapat yang lain menyatakan bahwa kewenangan hakam tidak sejauh itu. Untuk menceraikan berada di tangan suami, dan tugas mereka hanya mendamaikan saja.

D. Analisis Kandungan Ajaran
Islam sebagai agama syumul yang mengatur berbagai dimensi kehidupan. Dalam kehidupan berkeluarga, tampak begitu besarnya perhatian Islam dalam hal ini. Berkeluarga termasuk realisasi maslahah dharuriah sekaligus ibadah di sisi lain. Sebagaimana termaktub dalam surat ar-Rum:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (٢١)
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum: 21)

Kehidupan bersama lawan jenis ini dimaksudkan demi mendapatkan ketentraman dan ketenangan, karenanya ada ulasan yang membahas karakter ideal suami maupun isteri.
Dalam ayat 6 QS at-Tahrim tersebut dijelaskan mengenai tindakan preventif berorientasi dakwah dan pendidikan untuk keluarga. Setelah sebelumnya, terdapat ayat yang menerangkan suasana peristiwa yang terjadi di rumah tangga Nabi Saw. Di mana digambarkan bahwa Aisyah dan Khadijah dibalut rasa cemburu yang berakibat mengganggu ketenteraman Nabi.
Pentingnya dakwah keluarga ini karena keluarga adalah madrasah pertama bagi setiap individu. Di sini terbentuk lingkup komunitas utama manusia, di mana ia banyak berkorespondensi dengan keadaan sekitar.
Dari rumah tangga itulah dimulai menanamkan iman dan memupuk Islam. Karena dari rumah tangga itulah akan terbentuk umat, dan dalam umat itulah akan tegak masyarakat Islam. Masyarakat Islam adalah suatu masyarakat yang bersamaan pandangan hidup, bersamaan penilaian terhadap alam.
Yang mula-mula diperingatkan ialah memelihara diri sendiri lebih dulu, setelah itu memelihara seluruh isi rumah tangga isteri dan anak. Hal mana menjadi pedoman bagi K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa’ Gym) dalam usaha perbaikan diri, yakni mulai dari diri sendiri dan mulai dari yang terkecil.
Iman itu mula ditumbuhkan pada diri pribadi kemudian dari diri pribadi dianjurkan mendirikan rumah tangga menurut aturan tertentu. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Q.S. ar-Rum: 21, yang merupakan tanda-tanda kebesaran Allah Swt.
Ayat 6 QS at- Tahrim ini mengantisipasi pendapatnya hal-hal yang kurang menyenangkan yang bisa mungkin terjadi dalam sebuah keluarga. Diterangkan dalam Q.S. at-Taghabun: 14, bahwa isteri dan anak ini bisa menjadi musuh.
Di pangkal ayat diterangkan dengan memakai من yang berarti daripada, tegasnya tidak semua isteri atau semua anak jadi musuh hanya memang kasus ini pernah ada. Hasil dari sikap mereka merupakan suatu musuh yang menghambat cita-cita seorang mukmin. Contoh nyata yang tersebut dalam al-Qur'an mengenai hal ini adalah isteri Nabi Nuh dan isteri Nabi Luth. Sementara permusuhan dari pihak anak adalah putera Nabi Nuh, Kan’an yang melawan dakwah ayahnya.
Mereka (ازواجكم واولدكم) adalah musuh, atau bagaikan musuh, dikarenakan mereka dapat memalingkan dari tuntunan agama, atau menuntut sesuatu yang berada di luar kemampuan sehingga terjadi tindakan pelanggaran.
Anak adalah perhiasan dan buah jantung orang tua, namun anak juga bisa menjerumuskan ke dalam bencana.
الولد ثمرة القلوب وانهم مبخلة مجبنة (رواه البزار)
“Anak adalah buah hati, tetapi mereka itu bisa membuat diri menjadi bakhil dan penakut.”
Keterangan dalam ayat 14 ini diperkuat dengan ayat sesudahnya:
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ

Ujian lewat anak lebih berat dari yang berasal dari pasangan. Kata فِتْنَةٌ oleh Ibn ‘Asyur dipahami sebagai kegoncangan hati serta kebingungannya akibat adanya situasi yang tidak sejalan dengan siapa yang menghadapi situasi itu. Harta dan anak-anak dapat mengguncangkan hati seseorang.
Penutup ayat 14 ini sungguh humanis, menyadari bahwa isteri dan anak adalah manusia yang tak luput dari dosa, karenanya dendam hendaklah ditiadakan:
وان تعفوا وتصفحوا وتغفروا فإن الله غفور رحيم.
Setelah ayat-ayat sebelumnya berbicara mengenai pembinaan keluarga dan datangnya cobaan dari isteri, anak dan harta yang lebih disoroti pada aspek anak Q.S. an-Nisa: 34 mengajarkan kepada suami apabila si isteri berlaku nusyuz.
Imam Asy-SYa’rawi berkata “Beginilah ketika Allah Swt bermaksud mendidik hamba-Nya dan membangkitkan kewaspadaan mereka. Nusyuz itu di sini belum terjadi, hanya dikhawatirkan terjadi.” Lafadz nusyuz berasal dari nasyaza artinya tinggi tempatnya (المرتفع مت الأرض). Setelah sebelumnya Allah berfirman: الرجال قوامون على النساء maka ayat ini mengandung pengertian siapa di antara kalian (wanita) yang lebih tinggi dari laki-laki. Firman Allah: “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan….” Mengindikasikan kemungkinan terjadi. Menurut ayat ini, nusyuz adalah suatu bentuk pembangkangan isteri terhadap suami. Suami diberi hak melakukan tindakan—karena kapasitasnya sebagai suami—apabila tampak tanda-tanda pembangkangan itu.
Bagaimana caranya? Dalam ayat ini dijelaskan, nasehatilah mereka. Menasehati dengan halus dan lembut. Akan lebih baik jika menggunakan saat-saat yang tepat untuk menasehatinya. Janganlah mendatangi seseorang untuk menasehatinya, kecuali hatinya telah terpaut dengan anda.
Kedua adalah meninggalkannya di tempat tidur. Kata فى menegaskan bahwa maksudnya tidak mengajak berbicara, mendiamkannya di tempat tidur bukan menghindari atau malah pergi dari rumah. Diharapkan dengan sikap seperti ini, isteri lebih menyadari kekhilafannya.
Alternatif terakhir adalah dengan memukulnya. Pukulan ringan yang menunjukkan bahwa sang suami tidak ridha terhadapnya. Karena Islam menyukai keseimbangan, setelah mengatur penyelesaian nusyuz isteri, dikemukakan pula uraian mengenai nusyuz suami. Sebagaimana yang terdapat pada an-Nisa’: 128.
وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا
Prinsip dasar dalam hubungan suami isteri adalah suami menjadikan isterinya sebagai tempat mencari ketenangan, kasih sayang dan rahmat. Jika perempuan takut suami melakukan nusyuz, seorang isteri harus pandai mewaspadai tanda-tanda tersebut. Jika sebabnya berasal dari dirinya, maka dia harus memperbaiki diri dan jika sebabnya bersumber dari suami maka ia harus berusaha mendapatkan kasih sayangnya kembali.
Dalam kisah Saudah binti Zam’ah yang rela mengurangi bagiannya, tentunya penyelesaian yang dimaksudkan ayat adalah agar isteri berkenan menjaga stabilitas keluarga dengan berbagai cara yang lebih toleran.
هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ
“Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka”. (QS. Al-Baqarah: 187)

Jika seorang suami menemukan sesuatu hal yang tidak disukainya, begitu sebaliknya isteri maka pasangan tersebut hendaknya saling menggabungkan sisi-sisi keistimewaan yang dimiliki oleh masing-masing. Orang yang rela adalah orang yang hanya melihat kepada kebaikan-kebaikan. Tidak ada perempuan yang terkumpul padanya kebaikan-kebaikan yang sempurna. Firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

Selanjutnya jika perselisihan tidak dapat didamaikan oleh pihak-pihak yang bertikai, maka dalam Q.S. 4: 35, Allah menciptakan solusinya dengan menghadirkan pihak ke-3 yang dipercaya. Dimaksud di sini, banyak ulama berpendapat, adalah wali atau kerabat yang lebih dekat dan peduli dengan urusannya. Hakam, sebagai pihak yang ditunjuk ini harus sepakat dalam melihat permasalahan yang terjadi. Ayat ini menegaskan bahwa tujuan pokok dari adanya hakam ini adalah melakukan ishlah. Karenanya, kedua hakam hendaknya sebisa mungkin menyelesaikan permasalahan yang ada dan dengan tulis berupaya menyatukan kembali pasangan suami isteri sesuai tujuan pernikahan itu sendiri.
Ayat 34, 128 dan 35 surat an-Nisa’ ini memiliki kesamaan nada, yakni “jika kamu khawatirkan,” di sini diambil kesimpulan sesungguhnya ikatan rumah tangga ini adalah ikatan yang suci, pelaksanaannya termasuk ibadah, tentunya tidak diharapkan timbulnya permasalahan-permasalahan yang mampu menggoncangkan keluarga. Dari redaksi ayat tersebut terlihat bahwa Islam begitu luas biasa karena tersimpul di dalamnya solusi antisipatif yang cermat.


D. Kesimpulan
Langkah yang ditempuh Islam untuk manajemen konflik keluarga adalah:
1. Hendaknya dijadikan sebuah keluarga itu lahan dakwah dengan senantiasa memberikan bimbingan dan pencerahan
2. Bahwa anak, istri, keluarga bisa menjadi cobaan karenanya pendidikan kepada mereka dengan mengacu pada manhaj Ilahi harus diterapkan.
3. Dalam mengatasi kedurhakaan istri, al-Qur’an memberikan jalan:
a. Memberi nasihat dan bimbingan
b. Pisah ranjang atau mendiamkan di tempat tidur
c. Pukulan menyadarkan
4. Dalam kasus nusyuz suami, Islam memberikan tawaran damai, bisa dengan inisiatif istri kedua pihak saling introspeksi.
5. Guna mempertahankan jalinan rumah tangga, bersikap saling legowo untuk sedikit memberikan yang terbaik bagi pasangan adalah anjuran.
6. Jika memang kedua pihak sudah tidak mampu lagi didamaikan, sebaiknya ditempuh cara dengan menggunakan pihak ke-3 yang beritikad baik terselesainya masalah.
Keluarga yang merupakan mitsaqan ghalizhan seharusnya semampu mungkin dijaga. Adanya riak-riak dalam rumah tangga itu adalah hal yang pasti terjadi, sesuatu yang terpenting yaitu sikap dewasa, mengembangkan komunikasi efektif bisa menjadi alternatif jalan pemecahan. Islam yang luas kandungannya ini telah mengajarkannya. Wallahu A’lam.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim
Abidin Slamet, Drs. Fikih Munakahat, Bandung: Pustaka Setia, 1999
Ali, Muhammad, Ash Shabuni, Rawa;iul Bayan Tafsiril Ayatil Ahkam Minal Qur’an. Damaskus: Maktabah Al-Ghazali, 1977
…………, Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni, a.b. H. Mu’ammal Hamidy, Surabaya: Bina Ilmu. Tt.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, 1983
Hamka, Prof. Dr. Tafsir Al-Azhar, Juz XXI, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1999
------------, Tafsir al-Azhar Juz, XXVIII, cet. II, Jakarta: Pustaka Panjimas, 2000.
------------ Tafsir Al-Azhar, Juz. V, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1999
Mutawalli, Muhammad, Asy-Sya’rawi, Shifat az-Zuaj Ash-Shalih wa az-Zaujah ash-Shalihah, Mesir: Maktabah at-Taufiqiyyah, t.t.
Sabiq, Sayid, Fiqh as-Sunnah, Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, 1997
Shihab. M. Quraish., Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Volume 2, Jakarta: Lintera Hati, 2003
Shihab. M. Quraish., Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Volume 14, Jakarta: Lintera Hati, 2003
Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh al-Islami wa Abdillatuhu Damaskus: Dar al-Fikr, 1984

{ 0 comments... read them below or add one }

125x125 Ad Spots

 
Web Informer Button